Advokasi Meeting Penyusunan Daftar Informasi Publik

Administrator . | Kamis, 21 Februari 2019

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) berkerja sama dengan Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian Aceh bersama Dinas Komunikasi, Informatika dan Statitistik Kabupaten Nagan Raya menggelar acara advokasi meeting dengan kepala daerah dalam rangka asistensi penyusunan daftar informasi publik sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di Kantor Bupati Nagan Raya, Rabu (20/2/2019).

Asisten I Pemerintahan Kabupaten Nagan Raya Zulfika, SH yang mewakili Bupati Nagan Raya saat membuka acara mengatakan, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) adalah pejabat yang bertanggung jawab dalam pengumpulan, pendokumentasian, penyimpanan, pemeliharaan, penyediaan, distribusi, dan pelayanan informasi dan dokumentasi di lingkungan Pemerintahan Daerah, yang terdiri dari PPID Utama dan PPID Pembantu.

PPID tersebut kemudian menyiapkan Daftar Informasi dan Dokumentasi Publik atau DIDP. DIDP adalah catatan yang berisi keterangan secara sistematis tentang seluruh informasi dan dokumentasi publik yang berada di bawah Pemerintah Daerah dan tidak termasuk informasi dan dokumentasi yang dikecualikan.

Pemerintah Daerah berhak menolak memberikan informasi dan dokumentasi yang dikecualikan dan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan seperti informasi dan dokumentasi yang dapat membahayakan negara, informasi dan dokumentasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat.

Kemudian, informasi dan dokumentasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi, informasi dan dokumentasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan dan/atau informasi dan dokumentasi yang belum dikuasai atau didokumentasikan.

Menurutnya, kehadiran PPID sangat penting sekali terutama dengan kemajuan dunia digital, tidak ada lagi informasi publik yang ditutup-tutupi kecuali yang sifatnya rahasia.

Jika ada pemohon yang meminta informasi, tidak ada alasan untuk tika memberikan, apalagi jika dokumen yang diminta merupakan informasi yang tersedia setiap saat dan wajib diumumkan secara berkala.

“Kalaupun tidak diberikan, maka pemohon berhak menggugat melalui Komisi Informasi Aceh. Gugatan bisa sampai ke PTUN dan wilayah pidana jika informasi publik terbuka tidak diberikan,” jelasnya.

Ia mencontohkan, dulu dokumen anggaran APBK sering dianggap kitab suci yang harus disembunyikan. Kini persepsi itu harus dihilangkan mengingat dokumen anggaran merupakan hak masyarakat yang dapat diakses kapan saja.

Ia berharap, peserta yang mengikuti acara itu bisa menyampaikan dan menjelaskan dengan materi keterbukaan informasi publik kepada pimpinan di dinas masing-masing. Peserta diharapkan jadi training of trainer di satuan kerjanya.

Pada kesempatan itu, Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian Aceh Marwan Nusuf menjelaskan peran dan fungsi instansi kominfo. Dulu, ada Departemen Penerangan (Deppen) yang berkontribusi besar pada stabilitas politik pada zaman orde baru. Setelah reformasi, Deppen berubah menjadi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), peran dan fungsinya juga bertambah lebih luas diantaranya penyelenggaraan sistem pemerintah berbasis elektronik dan aduan masyarakat lewat PPID.

Ada tiga peran dan fungsi Kominfo untuk urusan wajib non pelayanan dasar. Pertama, bidang komunikasi dan informatika kemudian bidang persandian atau rahasia negara dan terakhir, bidang statistik yang terdiri dari statistik dasar, sektoral dan khusus.  

Keberadaan kominfo, menurut Marwan, sangat sakral. Tugasnya dalam pemenuhan hak masyarakat untuk tahu begitu penting. Oleh karena, setiap badan publik wajib ada PPID.

“Publik berhak tahu informasi pembangunan skala daerah maupun nasional kecuali yg dikecualikan. Jangan anggap kecil permintaan informasi karena bisa berimbas ke kepala daerah. Bila pimpinan daerah digugat, maka image daerah tidak baik,” Marwan mengingatkan.

Pemerintah Aceh telah beberapa kali menetapkan Daftar Informasi Publik (DIP).  Pada tahun 2016 telah ditetapkan 122 DIP yang dikecualikan dan berkurang menjadi 87 DIP yang dikecualikan pada tahun 2018.

Marwan berterima kasih kepada LSM MaTA yang telah melakukan pendampingan kepada 4 kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya.

Sementara itu, Koordinator MaTA Alfian menyebut, pihaknya sudah mendorong pelaksaan proses keterbukaan informasi publik di level Pemerintah Aceh pada tahuni 2014. Kemudian ke partai politik di tahun 2012 sampai 2014.

Pada tahun 2018, setelah berkoordinasi dengan Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian Aceh dan melakukan MoU, MaTA mendorong keterbukaan informasi publik di empat kabupaten tersebut.

Setelah di level Propinsi, level kabupaten/kota menjadi penting karena berhubungan langsung dengan rakyat dan jadi ujung tombak lantaran lebih dekat dengan masyarakat.

Kegiatan ini, sebut Alfian, merupakan pertemuan awal yang nantinya akan dilanjutkan dengan sosialisasi dan workshop penyusunan DIP kepada semua OPD di lingkup Pemkab Nagan Raya. Harapannya semua OPD menyusun DIP yang berada di bawah penguasaannya untuk kemudian dilampirkan di dalam SK Bupati tentang DIP Kabupaten Nagan Raya.

Antusias Kepala Dinas Kominfo dan Statistik serta Asisten I Pemerintahan Kabupaten Nagan Raya memberi keyakinan akan adanya percepatan implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) lewat lahirnya DIP yang berkualitas.

“UU KIP ini juga menjadi salah satu aspek pencegahan korupsi dalam tata kelola negara. Pemerintahan yang tertutup punya potensi korupsi lebih besar,” ungkapnya.

Alfian menambahkan, pemerintah kabupaten yang berkomitmen dalam pelaksanaan UU KIP akan pihaknya kampanyekan sebagai model pemerintah kabupaten yang terbuka.

Ia tidak menafikan bahwa pelaksanaan UU KIP membutuhkan alokasi anggaran. Kebijakan anggaran itu menjadi instrumensi penting sebagai terobosan awal kepemimpinan Bupati Nagan Raya.